Dialog Keluarga Sederhana



Ucapan Salam

(+) “Samalaikum”

(-)  “…….”

(+) “Samalaikum”

(-)  “…….”

(+) “Kenapa Ibu tidak menjawab?”

(-)  “Menjawab apa, anakku?”

(+) “Menjawab ucapan salamku.”

(-)  “Memangnya ucapan salammu sudah benar?”

(+) “Lho? Bukannya sudah?”

(-)  “Belum. Yang benar itu, ‘Assalamu’alaikum’, bukan samalaikum.”

(+) “Maafkan aku, Bu, hehehe. Aku tidak tahu kalau aku salah.”

(-)  “Tidak apa-apa. Coba ulangi lagi, ya.”

(+) *berjalan ke luar rumah* 
      *lalu masuk lagi dengan mengulang gerakan yang sama*
      “Assalamu’alaikum.”

(-)  “Wa’alaikumsalam.”



----------------------------------------------------------------------------------------------------------



Pentingnya Salat Subuh

(+) “Bangun, nak…”

(-)  *Zzzzzz….*

(+) “Bangun, nak…”

(-)  *Zzzzzz….*

(+) “Cepat bangun, nak. Waktunya Salat Subuh.”

(-)  “Hoaaammm… Aku masih ngantuk, Bu.”

(+) “Ayo, bangun. Segera bersiaplah dan susul Ayahmu.””

(-)  “Ayah sudah berangkat?”

(+) “Belum. Ayah sedang berwudu, sebentar lagi akan memakai baju muslimnya.”

(-)  “Aku malas, Bu. Aku masih mengantuk. Salatnya, kan, bisa di rumah.”

(+) “Kamu itu laki-laki. Baiknya Salat berjamaah di masjid. Ditambah lagi, pahala Salat berjamaah itu sangatlah besar.”

(-)  “Iya, Bu, iya…”

(+) “Kok malas begitu? Yang semangat, dong.”

(*) “Rian, ayo, cepat! Ayah tunggu di teras!”

(+) “Tuh, Ayah sudah siap berangkat. Ayo, kamu cepatlah.”

(-)  “Baiklah, Bu.”



----------------------------------------------------------------------------------------------------------



Tempat Sampah

(+) “Ayah, kenapa buang sampah di situ?”

(-) “Sampah? Sampah apa? Oh, maksud kamu bungkus permen tadi?”

(+) “Iya.”

(-) “Tidak apa-apa. Itu hanyalah sampah kecil, anakku.”

(+) “Tapi, sampah tetaplah sampah, Ayah. Kata guruku, membuang sampah sembarangan bisa menyebabkan banjir. Entah sampah itu besar atau kecil.

(-) “Kamu memperhatikan perkataan gurumu, ya.”

(+) “Tentu saja. Itu, kan, nasehat Ayah sendiri untuk mendengarkan guru.”

(-) “Kamu pintar sekali. Baiklah, Ayah mengakui kalau Ayah salah. Ayah akan ambil sampah tadi dan membuang sampah di tempat sampah terdekat. Terima kasih, ya, sudah mengingatkan Ayah.”

(+) “Sama-sama, Ayah.”



----------------------------------------------------------------------------------------------------------




Bisa Karena Terbiasa

       (+) “Aku malas, Bu. Tidak mau mengerjakan PR.”
       
       (-)  “Kenapa begitu? Kamu bahkan belum memulai, kenapa sudah kehilangan semangat duluan?”

      (+) “Karena aku tidak suka dan tidak bisa mengerjakan soal Matematika. Matematika itu susah sekali!”

     (-)  “Tidak ada yang namanya susah sekali. Kamu cuma belum paham maksud dari soal-soal Matematika saja.”

       (+) “Aku sudah latihan, Ibu, tapi tetap tidak mengerti.”

     (-)  “Sudah, sudah... Ibu akan membantumu agar kamu cepat mengerti. Saat kamu sudah mengerti, kamu akan terbiasa mengerjakan soal-soal Matematika. Dan saat sudah terbiasa, kamu pasti akan bisa mengerjakannya, lalu menganggap pelajaran ini mudah.”

      (+) “…”

      (-)  “Kok malah merengut?”

      (+) “Aku tidak percaya akan bisa, Bu.”

       (-)  “Sini, mana bukumu? Akan Ibu buktikan kalau kita itu pasti bisa karena terbiasa.”



           ----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pergi Pagi, Pulang Pagi

(+) “Ayah, memangnya tidak capek, ya, pulang larut malam terus?”

(-) “Capek? Tentunya capek, nak. Buktinya, Ayah setiap pulang ke rumah selalu membaringkan badan dulu di kasur. Memejamkan mata, meski cuma sebentar.”

(+) “Jika memang capek, kenapa Ayah tetap bekerja sampai malam? Bahkan, kadang, baru pulang pada pagi hari.”

(-) “Anakku… Jujur, Ayah memang capek bekerja sampai larut malam terus. Pergi pagi, pulang pagi. Sering juga sampai tidak menemanimu belajar dan bermain di rumah. Tetapi, Ayah harus melakukan ini. Ayah harus bekerja untuk Ibu. Untuk kamu. Untuk kita. Keluarga kita. Jadi, Ayah memang harus melakukan ini. Karena Ayah adalah tulang punggung keluarga.”

(+) *Rian tersenyum mendengar kalimat Ayah*
      “Yang semangat, ya, Ayah.”

(-) *mengelus pelan rambut anaknya*
              “Pasti, Rian, pasti.”



           ----------------------------------------------------------------------------------------------------------



Ini adalah cerpen fiksi yang saya buat pada acara Festival Literasi 2015 di SABIT. Tidak ada alasan kuat kenapa saya mengangkat premis tentang keluarga dan hanya bermodalkan dialog saja. Langsung tiba-tiba dapat ide, "Bikin tentang dialog keluarga sederhana, aja, ah."

Dan terciptalah beberapa cerpen ini.

Foto acara Festival Literasi sudah saya upload di akun instagram saya: @aldy_pradana17

Mungkin beberapa yang belum terupload bisa saya upload di sini, agar semuanya bisa merasakan kemeriahan acaranya.




























Dan terakhir adalah foto saya. (narsis dikit lah)

Melihat anak-anak menulis buku sendiri, jelas membuat saya senang. Di kelas 5, anak-anak sudah membuat cerpen fiksi yang keren-keren. Ada yang ceritanya terjebak di pulau angka, tentang keluarga serigala putih, dan tentang lomba memasak. Mantap-mantap pokoknya. Doa saya, semoga dari SABIT terlahir penulis buku best seller di kemudian hari, ya. *amin*

Anyway, semenjak kerja di SABIT ini, saya cukup sibuk dan sering meninggalkan blog  ini. Entah sudah berapa bulan blog ini terbengkalai. Saat saya log in ke blog, dashboard blogger terhiasi sarang laba-laba dan kecoa mati.

Bahkan, buku saya yang ajukan di Penerbit Bukune, tak ada kabarnya pula. (Mas Edo, buku ane gimana Mas.... *sedih*) Padahal, saya inget, perjuangan saya untuk bertemu editor di Jakarta.

Tetapi, di SABIT ini saya mendapat ilmu banyak, dan hebatnya, saya jadi suka sama anak-anak. Inginnya, sih, bikin buku personal literature yang ceritanya seputar saya mengajar di SABIT. Bertemu anak-anak yang seru dan heboh tingkah lakunya. Namun, sebelum itu, biarkan buku pertama saya terbit dulu, ya.

Mungkin begitu saja.

Sampai bertemu di postingan berikutnya. Saya usahakan untuk lebih sering update lagi.




Akan saya tutup dengan mempromosikan jualan online saya, Arsenio Store ID. Tempat menjual Apparel seperti Sweater, Hoodie, dan Celana yang simple dan minimalis. Cocok untuk traveling dan nongkrong. 

Untuk melihat produknya, bisa kunjungi Instagramnya, di @arsenio.store.id, dan Tokopedianya, Arsenio Apparel Store.

Instagram: @arsenio.store.id

Tokopedia: Arsenio Apparel Store



- short description about the writer-

I talk & write about movies and pop culture

2 komentar

terimakasih gan , artikel yang sangat bermanfaat ..

Reply

terimaksih informasinya gan,,sangat memberi contoh yang lebih baik pada generasi muda..

Reply

Posting Komentar

munggah