Review Canon 1200D


Makin ke sini, makin sadar kalo jarang update blog ini. Waktu sekarang bener-bener full buat ngurus kerjaan. Misalkan ada waktu kosong pun, dipake buat ngedit video TVLOG. Apalagi semenjak dapet laptop sekolah dan abis beli Canon 1200D (second, sih), akhirnya semakin semangat bikin video terus.

Jujur aja, saya termasuk masih baru di dunia kamera DSLR. Canon 1200D ini kamera pertama saya. Sebelumnya, saya pake Canon IXUS 175. Itu juga cuma pocket camera seharga 1 jutaan, dengan settingan dan fitur yang serba terbatas.

Mungkin di postingan ini, saya bisa ngeshare pengalaman selama memakai Canon 1200D. Dari kualitas fotonya, videonya, beratnya, dll. Oh, iya, karena ini review dari sudut pandang pemula, jadi jangan berharap saya menjelaskan hal-hal detail kayak fotografer expert, yak.


Oke, mari kita mulai. 


Pertama. 

Setelah menggunakan pocket camera IXUS 175, saya langsung suka sama warna hasil dari Canon. Saya sempet searching beberapa review, kamera Canon memang terkenal warna yang udah mateng. Nggak usah setting macem-macem, udah bagus dari sananya.

Itu alasan pertama kenapa saya beli Canon 1200D.

Alasan keduanya, karena 1200D itu yang paling murah. Hehehe :p

Saya dapet 1200D beli di Instagram harganya 3,5 juta, alhamdulillah dapet barang yang masih bagus. Kalo beli di toko Canonnya, mungkin agak susah nyarinya karena udah ada rilisan terbaru Canon 1300D (sekitar 5 jutaan). Tapi, kalo 1200D masih ada di toko, "kayaknya" harganya sekitar 4,5 jutaan.

Kalo diliat dari speknya, diantara kamera Canon yang lain yang harganya setara (550D/1100D), saya paling cocok sama 1200D.

- 18.0 Megapixels
- DIGIC 4
- ISO 100-64000 (bisa sampe 128.000)
- bisa foto 3 frame/second
- bisa rekam video 1920 x 1080 (HD)30p / 25p / 24p 
                            1280 x 720 (HD): 60p / 50p
                             640 x 480 (SD): 30p / 25p

Spek lebih lengkapnya bisa liat di situsnya.



Canon terkenal punya setting yang gampang dimengerti. Saya yang beginner ini, otomatis lebih gampang juga ngoperasiinnya. 

Sampe sekarang, saya foto masih pake auto focus. Jarang banget pake manual focus (karena masih belum ngerti-ngerti *hiks*). Auto focusnya menurut saya termasuk cepet dan mudah. Mau fokus di mana, tinggal arahin. Bahasa kasarnya, kameranya udah "pinter". Jadi buat para pemula, nggak usah ribet mikirin settingan manual kayak apperture, ISO, shutter speed, dll. Pake aja settingan auto, dijamin hasilnya udah bagus!


Foto diambil pake IXUS 175 
Ukuran sedang, nggak berat di tangan

Kekurangan, belum ada touchscreen

Tampilan menunya

Kekurangan lain, kalo mau pindah dari foto ke video, atau dari video-foto harus muter dari pojok dulu.
Belum bisa muter 1 putaran
Oh, satu lagi, kamera ini belum ada Wi-Fi sama NFC.
Tapi, ini nggak begitu ngefek kalo hasil foto mau diedit dulu di laptop, sih.



Ini beberapa foto yang saya ambil dari kamera saya saat mengajar.

(Btw, saya pake lensa 18-55mm)





Semua foto ini diambil dengan settingan auto



Selfie bentar, boleh lah, ya :p 


Kalo kualitas videonya, bisa dicek di video youtube ini, 


TVLOG - Camping di Sekolah




Di video itu, semua shoot saya ambil dari Canon 1200D. Sedangkan di TVLOG lain, ada beberapa footage saya ambil dari Canon IXUS 175.

Sepertinya, itu aja review singkat dari saya. 

Saya udah betah pake Canon, kemungkinan pindah ke merek lain sepertinya amat kecil. Kalo ada uang (atau ada yang mau ngasih juga boleh), saya ngincer seri Canon 700D ke atas (750D/760D). Ada flip screen, bisa pasang external mic, touchscreen, Wi-Fi, dst. Yang jelas, sih, lebih canggih lagi daripada 1200D.

Saya sebenarnya juga penasaran sama kamera yang lagi ngetren sekarang, kamera para vlogger kebanyakan, Canon Powershot G7x. Pocket camera, tapi harga dan kemampuannya lebih sangar dari Canon 1200D punya saya. (harga 7 jutaan, dan DIGIC 7, cuy!)



Sekian dari saya, ketemu lagi di review berikutnya kalo saya punya gadget baru lagi. (Amin!)


- short description about the writer-

I talk & write about movies and pop culture

 

Pengalaman Mengajar Bahasa Inggris

Sekarang, mungkin sudah hampir 3 bulan saya mengajar pelajaran bahasa Inggris. Karena sebelumnya pernah mengajar di English Club (semacam kegiatan tambahan setelah pulang sekolah), mengajar bahasa Inggris ini tidak terlalu menyusahkan. Malahan rasanya sangat menyenangkan! 

Di postingan ini, saya akan bercerita tentang pengalaman saya mengajar yang baru seumur jagung ini.
  1. Anak-anak banyak yang sudah jago bahasa Inggris
Mungkin ini tidak terlalu mengagetkan, sih. Anak SD 1 banyak yang sudah mengerti kata-kata dasar bahasa Inggris. Sedangkan, anak SD 6 sudah bisa ngomong kalimat dalam bahasa Inggris dengan lancar. Bener-bener tantangan guru untuk terus memperkaya diri biar nggak ketinggalan.

    2. Metode pembelajaran harus lebih kreatif

Kalo di sekolah saat belajar, belajar bahasa Inggris itu biasanya diisi dengan mencatat apa yang ada di papan tulis dan mengerjakan soal dari guru. Kalo lebih kerenan dikit, paling ke lab terus mendengarkan bule berbicara dengan bule lainnya. 

Metode catat-mencatat pernah saya bawa saat mengajar, dan hasilnya, ada yang bilang, "Games dong, Kak. Bosen nyatet terus." 
(di sekolah, panggilan saya Kak Aldy)
(Games memang biasanya saya bawa saat English Club)

Lalu, saya punya 2 metode saat mengajar: games dan catat-mencatat. Namun, ada suara lain datang menghampiri, "Di sekolah ada yang namanya English Day, nggak, ya?"

Dari kalimat itu saya lalu menambahkan satu metode lagi, yaitu speaking. Jadi, saya punya 3 metode: games, catat-mencatat, dan speaking. Urutannya biasanya, 1) Mencatat dulu materinya tentang apa. 2) Memberikan games untuk memudahkan anak paham tentang materinya. 3) Mengajak anak berbicara bahasa Inggris sesuai dengan materinya. (urutan ini bukan urutan pasti, bisa berubah-ubah sesuai kebutuhan)

Misal,

Materi: Animal Description

1. Mencatat deskripsi salah satu binatang. Cat has a long tail. Cat is carnivore. etc...
2. Memberikan games. Saya memberikan kuis tentang deskripsi binatang, lalu anak-anak harus menyebutkan binatang apa itu.
3. Speaking. Anak-anak dibagi dalam beberapa kelompok. Salah satu kelompok menyebutkan deskripsi salah satu binatang, lalu kelompok lain harus menebak apa nama binatangnya.

Kurang lebih seperti itu. Kalo ada kesalahan, mohon dimaafkan. Namanya juga baru mengajar beberapa bulan. Saya sangat menerima kritik dan saran, lho. Hehehe :D

    3. Fun learning terbukti efektif

Ini benar adanya. Fun learning, atau pembelajaran yang menyenangkan terbukti memberikan hasil yang berbeda terhadap anak-anak. Mereka jadi lebih semangat saat belajar, bahkan sampai ketagihan belajar! Usahakan terus memberikan sesuatu yang unik dan menarik saat mengajar, anak-anak menghargai itu. Setidaknya itu yang saya alami ketika memberikan pembelajaran berbasis fun learning.

Mungkin, itu saja yang bisa saya bagi di postingan ini. Berikut ada beberapa foto yang sempat saya ambil saat mengajar di Sekolah Alam Bambu Item (SABIT).

Saat sedang mencatat

Bertanya ke teman tentang family 

Kelas 6 bertanya ke kelas 5



Akan saya tutup dengan mempromosikan jualan online saya, Arsenio Store ID. Tempat menjual Apparel seperti Sweater, Hoodie, dan Celana yang simple dan minimalis. Cocok untuk traveling dan nongkrong. 

Untuk melihat produknya, bisa kunjungi Instagramnya, di @arsenio.store.id, dan Tokopedianya, Arsenio Apparel Store.

Instagram: @arsenio.store.id

Tokopedia: Arsenio Apparel Store



- short description about the writer-

I talk & write about movies and pop culture

munggah