Nikah Muda



Menurut saya, kita sudah melewati masa remaja jika sudah memikirkan ke depannya mau jadi orang tua macam apa. 

Apakah: 

Orang tua yang suka memanjakan anaknya, 

Orang tua yang kerja larut malam, lalu sampai rumah tidur dan lupa akan perkembangan anak sendiri, 

Orang tua yang terus meneror anak untuk belajar demi nilai dan prestasi yang wah, 

Atau orang tua yang peduli untuk membagi terus ilmu kepada anaknya. Tidak hanya ilmu  akademis, tapi juga life skill dan tentunya, ilmu agama. 

Nggak tau kenapa, saya sudah mikir sejauh itu. Umur saya 23 tahun, dan saya ingin segera berkeluarga. 

Mungkin, ini efek dari menjadi guru di sekolah alam. 

Saya memang belum menjadi guru kelas, baru menjadi shadow teacher. Sesekali, saya merangkap guru bahasa inggris untuk kelas-kelas tertentu. Meskipun belum berperan sebagai guru kelas, saya tiap hari menemui anak-anak. Ngobrol bareng mereka, bercanda bareng mereka. 

Melihat tingkah lucu mereka, seperti flashback waktu saya masih kecil. 

- Bermain petak umpet, tapi nggak mau jaga pertama. 

- Kalau tanding bola, maunya jadi striker, nggak mau jadi kiper. Gawangnya berupa sandal gunung/sepatu disusun berjejer. Beberapa anak kelas kecil, kalau kalah bola langsung nangis. Ngambek, merasa timnya dicurangi. 

- Anak-anak kelas kecil ada yang masih ditemenin ibunya selama sekolah. Sama kayak saat saya pertama kali masuk SD, Ibu pokoknya harus ada di luar kelas, kalau nggak ada, saya nggak mau sekolah. 

- Jika bertemu mainan baru (entah cuma kayu berbentuk pistol), langsung pada berebutan. 

Melihat itu semua, hasrat untuk punya anak langsung memuncak tinggi. Apalagi saat menyaksikan anak-anak ini dijemput orang tuanya. Wajah mereka begitu sumringah ketika menemui orang tuanya. Bawaannya, ingin nikah muda secepat-cepatnya. Namun, bagaimana mau nikah muda? Calon istri aja belum ada. 

*curhat colongan*

Karena tujuannya sudah untuk menikah, mencari calon ibu dari anak-anak saya jadi sangat selektif. Uniknya, kecantikan berada di nomor sekian. Poin utama malah di ilmunya. Akhlaknya. Pengetahuannya menjadi ibu dan anak-anak. Serta, agamanya. 

Tapi, itu juga bikin saya mikir. Memangnya saya layak jadi suami dari perempuan sesempurna itu? Memangnya saya bisa mengimbangi dia dengan ilmu saya yang masih pas-pasan ini? 

Saya merenung lama memikirkan ini.

Itu berarti, saya harus mulai mempersiapkannya dari sekarang. Mulai melatih diri agar siap menjadi orang tua. Mulai mencari ilmu dari mana saja agar siap menjadi suami hebat untuk istri saya kelak. Mulai membenahi apa yang kurang dari diri saya agar dapat menjadi pemimpin luar biasa untuk keluarga saya ke depannya. Pembentukan diri dimulai dari detik ini. 

Bismillahhirrahmanirrohim.

1 komentar:

saya juga pengen cepat cepat berkeluarga,,sya juga ingin merasakan jadi seorang ibu dan punya anak anak..

Reply

Posting Komentar

munggah