Kelas Online atau Tidur Online? #NGAMPUS



Dhani: Besok akan ada kelas online jam 08.00. Ingat, jangan sampai masih pada tidur.


Adam: OMG! Pagi bener jam segitu! Masih ngantuk!


Yoga: Kuotaku entek. Numpang tethering dong.


Dhani: Datang aja ke rumah, Yog. Ada Wi-Fi.


Yoga: Woke, sip. Bareng wae kabeh.


Adam: Nope.  Bangun aja belum pasti, gimana mau bareng?


Beni: Besok mau mati gitu maksudnya?


Adam: Bukan, nggak bangun sama dengan mati, dong! Masih ketiduran, masih mager, masih betah di kasur.


Yoga: Kelas online yo iso kok ditinggal turu, hehe.


Dhani: Anda tidur terus kalau lagi kelas. Video nyala, orangnya tidak ada.


Adam: Itu masih mending, lha itu Beni malah nggak pernah keliatan. Kemana aja loe?


Beni: Salah ID kayaknya.


Dhani: Kan tinggal copy paste aja. Malah, kadang dishare zoom ID linknya. Mudah, kok.


Beni: Masuk zoom, kok webinar tentang bercocok tanam.


Yoga: Weh, yo lumayan no. Entuk ilmu gratis.


Adam: Meh, not interested.


Dhani: Sudah-sudah. Besok yang berminat bareng, datang aja ke rumah. Jangan terlalu mepet. Tepat waktu.


Yoga: Oke, bosque.



Ini merupakan segmen/label Ngobrol Sama Temen Sekampus (Ngampus) yang sudah lama ditinggalkan. Mungkin, ini saat yang tepat untuk menghidupkannya kembali.




Akan saya tutup dengan mempromosikan jualan online saya, Arsenio Store ID. Tempat menjual Apparel seperti Sweater, Hoodie, dan Celana yang simple dan minimalis. Cocok untuk traveling dan nongkrong. 

Untuk melihat produknya, bisa kunjungi Instagramnya, di @arsenio.store.id, dan Tokopedianya, Arsenio Apparel Store.

Instagram: @arsenio.store.id

Tokopedia: Arsenio Apparel Store



- short description about the writer-

I talk & write about movies and pop culture

Hari Minggu dan Mati Lampu Adalah Perpaduan Yang Tidak Tepat



Minggu, hari yang tepat untuk beristirahat.

Tidur di rumah, menonton Netflix, mendengarkan podcast.

Meregangkan otot-otot, bahkan menghilangkan penat sebelum bertemu lagi dengan hari Senin. 

Tetapi, itu bisa hilang sesudah bertemu dengan mati lampu. 

Di zaman sekarang, matinya listrik, membuat manusia bingung mau apa. Handphone mungkin masih bisa menyala, tapi gadget butuh listrik. TV tak bisa hidup, cuma sekadar layar besar tak berguna. Untuk berkaca pun terlalu gelap.

Mau cuma melakukan hal sepele, seperti cuci baju, setrika, menyiram air, bahkan tidak bisa.

Apalagi kalau mati listriknya saat malam hari. 

Mau ke kamar mandi harus pakai senter dan lilin. Senter digantungin di gantungan baju. Lilin ditaruh di atas bak mandi. Yang kalau kena cipratan air, lilinnya bisa mati sendiri.

Memang betul adanya, bahwa hari Minggu dan mati lampu adalah perpaduan yang tidak tepat.



- short description about the writer-

I talk & write about sneakers, movies, and pop culture

Instagram: @aldy_pradana17
KaryaKarsa: @aldypradana17
FB Page: Aldy Pradana
Medium: Aldy Pradana (sekarang lagi sering update blog Medium)
Podcast: Spotify & Anchor & Apple Podcast
SoundCloud: @aldypradana17
Youtube: Aldy Pradana 

Syukurlah, Masih Ada Orang Yang Takut Akan Corona



Sehabis itu, saya pergi lagi dari Surabaya ke Solo, karena harus mengurus berkas administrasi.

Tentunya, khawatir itu ada. Makanya, saya menginap di rumah pakde, bukan di hotel. Saya beli makanan jarang sekali di warung, cafe, restoran yang ramai. Seringkali masak mie di rumah, atau beli jajanan yang cukup untuk mengisi perut.

Selama di sana, saya pun memakai masker dan membawa dua hand sanitizer. Tiap sampai suatu tempat, cuci tangan. Tiap hendak mau pergi ke suatu tempat, cuci tangan.

Menariknya, ketika saya bertanya kabar kepada teman saya di Solo, mereka selalu khawatir dengan “bepergiannya” saya dari kota ke kota.

Sesuatu yang pantas disyukuri, masih ada orang yang takut akan Corona. Dihajar dengan teori konspirasi, dihajar dengan pelonggaran protokol kesehatan, dihajar orang yang cuek dan tak peduli. Tetapi, masih banyak yang mau menjaga diri. Memakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak.

Baguslah, ternyata saya berada di lingkaran pertemanan yang benar.




- short description about the writer-

I talk & write about sneakers, movies, and pop culture

Instagram: @aldy_pradana17
KaryaKarsa: @aldypradana17
FB Page: Aldy Pradana
Medium: Aldy Pradana (sekarang lagi sering update blog Medium)
Podcast: Spotify & Anchor & Apple Podcast
SoundCloud: @aldypradana17
Youtube: Aldy Pradana 

Tidak Diajak Ngobrol Supir Ojek Online Adalah Kenikmatan Tersendiri


Bagi saya, pengaruh utama ojek online itu layak mendapat 5 bintang, bukan dari cara mengendarainya, bukan dari kendaraannya, tapi justru dari mengajak mengobrol atau tidak.


Paling nyaman itu, supir yang tidak mengajak mengobrol. Fokus mengantar sampai tujuan. Tidak ada niat sok akrab, apalagi curhat yang tidak perlu. Saat saya sedang terburu-buru, diajak mengobrol sungguhlah tidak membantu. Inginnya cepat sampai, malah cepat emosi.


Karena begini, sesering-seseringnya saya diajak obrol, tema obrolan pasti tak pernah cocok. Dan itu adalah hal yang wajar. Di kepala saya, saya ingin segera pulang. Di kepala supir, dia kekurangan penumpang. Pasti bakal beda.


Jika supir ojek online sekedar basa-basi satu dua kalimat, masih wajar dan bisa dimaklumi.


Tapi, kalau sudah membahas tema-tema tertentu. Untuk supir ojek online di luar sana, sebaiknya jangan. Diam, lebih baik.


Pernah suatu hari, supir bercerita tiba-tiba, “Di jalan ini, pasti macet terus di jalan ini, pak. Ini tuh salah gubernurnya...”


Saya yang sudah menghindari tema politik di social media, malah diajak mengobrol politik di dunia nyata. Politik dan macet jelas bukan kombinasi yang baik. Kendaraan tidak kunjung jalan, kepala saya yang keburu tertekan.


Atau supir yang curhat, betapa pandemi mengubah hidupnya.


“Semenjak Corona, penumpang turun. Sehari cuma 2-3 orang.”


Begini, saya mengerti supir ojek online kesusahan di pandemi ini. Tapi, saya mau bilang dengan tegas: saya juga kesusahan pak. 


Begitu juga dengan pedagang kaki lima, begitu juga dengan  orang yang kerja di bioskop, begitu juga orang yang kerja di pabrik, dan pabriknya harus ditutup karena ada satu buruh positif COVID19.


Bapak ini mungkin curhat, mungkin mencari empati. Tetapi bilang ke saya, jelas tidak ada gunanya. Mungkin, bantuan yang bisa saya berikan, hanya sekedar tepukan di bahu untuk menenangkan dia. Tapi, sekarang sudah ada aturan physical distancing. Maaf, berarti saya sama sekali tidak bisa membantu.


Ya sederhananya, baiknya mari fokus ke hal yang utama saja. Silakan pandangan ke depan, pikiran cukup di  tujuan. Dan biarkan saya, menikmati perjalanan, tanpa harus diganggu tema obrolan yang tidak menyenangkan.





Blog ini akan selalu update (diusahakan) setiap hari. Berikut jadwal postingan sesuai tema yang paling sering keluar di blog ini:

Senin & Selasa = GaryVee (Text Experience) translate English Indonesia, biasanya tentang bisnis, social media, dan kehidupan
Rabu = Sebuah Observasi (opini/review)
Kamis = Tulisan Iseng
Jum’at = Interview
Sabtu = Cerpen

Follow my blog: aldypradana.com


- short description about the writer-

I talk & write about sneakers, movies, and pop culture

Instagram: @aldy_pradana17
KaryaKarsa: @aldypradana17
FB Page: Aldy Pradana
Medium: Aldy Pradana (sekarang lagi sering update blog Medium)
Podcast: Spotify & Anchor & Apple Podcast
SoundCloud: @aldypradana17
Youtube: Aldy Pradana 

Tempat Cuci Tangan di Alfamart/Indomaret Itu Sebenarnya Tidak Perlu


Pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan pakai sabun/hand sanitizer.


Itu kalimat yang sering kita didengar kala pandemi ini.


Efeknya, tempat seperti Alfamart/Indomaret menyediakan tempat cuci tangan. Bagi pembeli yang hendak masuk, dihimbau untuk cuci tangan terlebih dahulu.


Tapi, secara praktiknya, berhasilkah itu terlaksana?


Ada beberapa pembeli, cuci tangan dulu di tempat yang disediakan (biasanya galon, dilubangi, lalu dikasih keran, dan sabun cuci tangan, yang entah kenapa, mereknya dilepas dulu). 


Ada juga yang langsung saja masuk. Lewat tanpa sadar ada tempat cuci tangan, membuka pegangan pintu dengan telapak tangan (bukan siku), kemudian langsung mencari apa yang ingin dibeli. Biasanya yang seperti ini, saat tiba di kasir, suka menyelak antrian. 


Apakah itu salah?


Secara protokol kesehatan yang harus dijaga, ya, itu salah.


Namun, dari awalnya saja, di depan pintu ada tulisan “himbauan” untuk mencuci tangan. Kalau tidak cuci tangan pun, berarti tidak apa-apa. Tidak diusir. Tidak pula disuruh cuci tangan dulu di tempat yang disediakan.


Tempat cuci tangannya pun tampak kurang meyakinkan.


Galon.


Iya, galon. 


Mungkin, di beberapa tempat disediakan tempat cuci yang lebih baik. Saya saja yang sedang sial, menemukan tempat cuci tangan yang seperti itu. Lucunya, saat saya cuci tangan, lalu melihat pembeli lain langsung masuk saja, kok saya merasa jadi aneh sendiri mencuci tangan di depan Alfamart/Indomaret.


“Seharusnya, saya mencuci tangan pakai hand sanitizer saja.” Pikir saya dalam hati.



- short description about the writer-

I talk & write about sneakers, movies, and pop culture

Instagram: @aldy_pradana17
KaryaKarsa: @aldypradana17
FB Page: Aldy Pradana
Medium: Aldy Pradana (sekarang lagi sering update blog Medium)
Podcast: Spotify & Anchor & Apple Podcast
SoundCloud: @aldypradana17
Youtube: Aldy Pradana 

Generasi Gampang Tersinggung



Banyak social media beredar di sekitar kita.


Hadirnya social media, mendatangkan pengguna yang beragam.


User aktif yang selalu update postingan. Dari postingan endorse sampai postingan kopi kenangan, lengkap dengan caption yang tidak ada hubungannya dengan kopi.


Atau, user yang tidak pernah posting (akun palsu, biasanya), dan suka stalking akun-akun tertentu.


Tapi dari social media ini, ada bagian bernama kolom komentar. Mau di Facebook, Twitter, Instagram, TikTok, kolom komentar menjadi tempat unik tersendiri. Biasanya, jadi tempat untuk tersinggung akan segala hal.



“Sekedar mengingatkan, sebaiknya jangan postingan berbau kekayaan. Masih ada orang kesusahan di luar sana.”


“Hei, banyak orang susah di pandemi ini, malah beli sepeda mahal-mahal. Sadar diri dong!”


“Selfie nggak pake masker? Nggak takut Corona ya?” 




Banyak komentar tertampung, banyak kata-kata menyinggung.


Kadang, antar pengguna, saling berdebat membela komentar masing-masing.




“Lho, terserah dia dong. Kan uang-uang dia. Mau beli sepeda, mau beli motor. Apa urusannya sama lu?”


“Bisa jadi, dia foto tanpa masker karena tuntutan endorse an. Kita kan nggak pernah tahu.”



Di kolom komentar, saling berdebat karena saling tersinggung. Yang punya akun tempat mereka saling melempar komentar, mungkin tidak membaca komentar-komentar mereka.


Dan buat beberapa orang, ada saja yang suka membaca celotehan emosi seperti ini. Seakan-akan keributan ini lebih menarik daripada drama-drama di serial TV.




Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Kalau kamu suka tulisan ini, kamu bisa follow akun KaryaKarsa saya di sini. Dan kamu bisa mengapresiasi kreator, dengan cara memberikan tip di KaryaKarsa. Have a nice day 🙂





- short description about the writer-

I talk & write about sneakers, movies, and pop culture

Instagram: @aldy_pradana17
KaryaKarsa: @aldypradana17
FB Page: Aldy Pradana
Medium: Aldy Pradana (sekarang lagi sering update blog Medium)
Podcast: Spotify & Anchor & Apple Podcast
SoundCloud: @aldypradana17
Youtube: Aldy Pradana 

Olahraga di Kala Pandemi



Pakai masker dan jaga jarak.


Aturan sederhana demi kepentingan bersama.


Dari penglihatan saya, terutama saat jogging di pagi hari, sudah banyak yang mengikuti hal ini.


Masker tertutup rapi, jogging dengan sepatu olahraga, dan setiap berpapasan dengan orang, akan menjaga jarak secara otomatis.


Tapi ada pula yang menggunakan masker secara asal.


Pakai masker, tapi hidung nongol di ujung masker. Hanya menutup mulut, tapi membiarkan hidung terekspor dunia luar. Seperti tak sadar fungsi masker secara seutuhnya.


Ada juga yang tidak memakai masker dan tidak jaga jarak.


Salah satu contohnya, kumpulan remaja.


Bergerombol, tertawa riang sambil mengobrol, bahkan saling berbagi botol minum ke antar teman. Mungkin, mereka sedang menantang maut.


Belum lagi pesepeda yang sedang tren.


Ada pesepeda dengan keluarga, lengkap dari ayah, ibu, anak. Ada pesepeda sendiri, dengan pakaian pesepeda dan helmnya. Ada juga pesepeda yang menguasai jalanan. Ramai hingga menutupi setengah jalan, dan tidak mematuhi aturan lalu lintas. Lampu merah dilewati, cafe dimasuki.


Lucu memang, pandemi membuat banyak yang berolahraga. Tapi seperti lupa, masih ada pandemi di luar sana.




Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Kalau kamu suka tulisan ini, kamu bisa follow akun KaryaKarsa saya di sini. Dan kamu bisa mengapresiasi kreator, dengan cara memberikan tip di KaryaKarsa. Have a nice day 🙂





- short description about the writer-

I talk & write about sneakers, movies, and pop culture

Instagram: @aldy_pradana17
KaryaKarsa: @aldypradana17
FB Page: Aldy Pradana
Medium: Aldy Pradana (sekarang lagi sering update blog Medium)
Podcast: Spotify & Anchor & Apple Podcast
SoundCloud: @aldypradana17
Youtube: Aldy Pradana 

Naik Bus Umum ke Zona Hitam



Sekitar akhir Juni 2020, saya harus pergi ke Surabaya karena suatu urusan yang tidak bisa ditinggalkan.


Waktu itu, saya masih ada di pinggiran Bogor dan Bekasi, dimana wilayahnya masih terhitung aman (minim pasien positif COVID19).


Agar aman, saya memutuskan untuk survei bus umum yang menuju ke Surabaya.


Hasilnya adalah bus hanya menampung 50% penumpang dan wajib surat sehat. Tanpa swab test, atau rapid test.


Seminggu kemudian, setelah saya selesai packing dan mengurusi surat sehat, saya kemudian membeli tiket bus umum tersebut. Dan ternyata, penumpang kembali 100%. Artinya, siap menampung bus dengan keadaan terisi penuh. 


Kalau 50% penumpang, setidaknya masih ada jarak antar penumpang. Tapi dengan 100% ini, penumpang bisa duduk bersebelahan selama perjalanan. Bepergian dengan harap-harap cemas.


Mau tak mau, saya tetap harus bepergian dengan bus tersebut.


Dengan memakai masker, surat sehat tersimpan, dan hand sanitizer di kantong, saya berharap semoga penumpang cukup sepi, sehingga kursi di sebelah saya tidak terisi.


Baru duduk di kursi sekitar 20 menit, ternyata datanglah orang yang duduk di sebelah saya. Mengherankan memang, diantara kursi yang ada, kenapa dia memesan kursi di sebelah saya.


Saya lihat, kursi lain beberapa masih kosong. Mungkin sekitar 60% bus saja.

     

Saya pun melihat ke luar jendela, berdoa agar orang di sebelah saya tidak batuk-batuk selama perjalanan.


Sampai suatu di kota, orang ini ternyata turun. Dan harapan saya setidaknya terkabulkan: saya bisa duduk sendiri dan orang ini untungnya sehat tanpa gejala mencurigakan.


Beberapa jam kemudian, saya akhirnya tiba di Surabaya.


Dan sampai saya turun dari bus, tidak ada yang menagih surat sehat yang sudah saya buat.


Tidak pengecekan suhu bagi tiap penumpang. Dari awal berangkat, bahkan saat sudah sampai tujuan. Padahal, pengecekan seperti ini bisa dimulai dari terminal, saat pengambilan penumpang. Dan saat sesi makan, bisa dilakukan pengecekan suhu lagi saat kembali menaiki bus.


Tapi itu semua, sama sekali tidak dilakukan.


Untuk merasa aman, saya memutuskan untuk rapid test, dan untungnya, hasilnya non reaktif. Sampai sekarang, saya masih sehat, dan tidak ada gejala yang mencurigakan.


Perjalanan ini membuat saya terheran-heran, mengingat semakin banyak kasus positif di Indonesia.




Akan saya tutup dengan mempromosikan jualan online saya, Arsenio Store ID. Tempat menjual Apparel seperti Sweater, Hoodie, dan Celana yang simple dan minimalis. Cocok untuk traveling dan nongkrong. 

Untuk melihat produknya, bisa kunjungi Instagramnya, di @arsenio.store.id, dan Tokopedianya, Arsenio Apparel Store.

Instagram: @arsenio.store.id

Tokopedia: Arsenio Apparel Store




Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Kalau kamu suka tulisan ini, kamu bisa follow akun KaryaKarsa saya di sini. Dan kamu bisa mengapresiasi kreator, dengan cara memberikan tip di KaryaKarsa. Have a nice day 🙂





- short description about the writer-

I talk & write about movies and pop culture

Pembelajaran Komputer Untuk Sekolah Dasar (SD)


Saya sempat mengajar pelajaran bidang studi, Bahasa Inggris dan Komputer, di Sekolah Alam Bambu Item.

Sekitar 4 tahunan, saya bongkar pasang pembelajaran komputer. Mencari mana yang pas. Formula paling tepat untuk saya dan murid.



Menurut saya, berikut komposisi terbaiknya.

SD 1

Semester 1

Paint, TuxPaint, TuxType, Kea Coloring Book

Semester 2

Paint, TuxPaint, TuxType, Kea Coloring Book

SD 1 masih berupa pembelajaran berupa menggambar dan mewarnai. Ini berfungsi untuk melatih menggunakan Mouse, klik kiri dan klik kanan.


SD 2

Semester 1

Word

Pengetikan sederhana. Melatih mengetik huruf dan kata sederhana. 

Semester 2

Basic Computer dan Word

Saya menyebutnya Basic Computer. Menyalakan dan mematikan komputer (sebelumnya, sudah diajarkan. Namun ini sudah dijadikan target). Desktop background, Screensaver, Calculator, Sticky Notes.

Ada lanjutan Word. Masih kata sederhana. Tambahan: bold, italic, underline. Font size. Font color. Align.

SD 3

Semester 1

Word

Mengetik kalimat. Menyalin dari buku. Mengajarkan penggunaan tanda baca: titik, koma, tanda seru, tanda tanya, tanda kutip.

Semester 2

PowerPoint

Membuat slide. Animation & Transitions. Tugas terakhir: membuat presentasi (kelompok).

SD 4

Semester 1

Excel

Membuat dan mengetik data. Membuat tabel. Rumus sederhana: SUM dan AVERAGE

Semester 2

Excel (lanjutan)

Membuat tabel data jumlah penduduk. Membuat tabel grafik.

Word, PowerPoint

Dua ini menjadi selingan yang tidak boleh ditinggalkan. Bisa membuat cerita. Bisa membuat presentasi di mata pelajaran tertentu.

SD 5

Semester 1

CorelDraw

Menjadi pembelajaran utama.

Word, PowerPoint, Excel

Sebagai selingan

Semester 2

Adobe Photoshop

Menjadi pembelajaran utama. Photoshop versi sederhananya saja.

Word, PowerPoint, Excel

Sebagai selingan

SD 6

Semester 1

Adobe Premiere

Menjadi pembelajaran utama. Membuat video pendek yang kemudian diupload di Youtube. Cerita dibuat oleh siswa, kameraman oleh siswa, mengedit oleh siswa (dibantu guru).

Word, PowerPoint, Excel

Sebagai selingan

Semester 2

DSLR

Memotret versi sederhananya

Word, PowerPoint, Excel

Sebagai selingan

Adobe Premiere

Membuat video perpisahan (kesan dan pesan)


Ini tentunya pendapat saya. Bukan format yang harus disetujui semua orang. Silakan diamati dan dimodifikasi sedemikian rupa.

Sekian dari saya. Semoga bermanfaat.





Blog ini akan selalu update (diusahakan) setiap hari. Berikut jadwal postingan sesuai tema yang paling sering keluar di blog ini:

Senin & Selasa = GaryVee (Text Experience) translate English Indonesia, biasanya tentang bisnis, social media, dan kehidupan
Rabu = Sebuah Observasi (opini/review)
Kamis = Tulisan Iseng
Jum’at = Interview
Sabtu = Cerpen


Follow my blog: aldypradana.com
Instagram: @aldy_pradana17
FB Page: Aldy Pradana

Youtube: Aldy Pradana 

munggah