The Raid 2: Berandal




Peringatan: postingan ini berbau SPOILER!

Follow my twitter @aldypradana17 untuk info film lebih lanjut.

Baiklah, gue sepertinya sudah terlalu lama ga update blog ini, dan sekali update langsung bahas film paling ditunggu taun 2014, The Raid 2: Berandal.

Gue cukup yakin, orang akan menonton The Raid 2: Berandal dengan ekspektasi luar biasa tinggi. Para penonton yang datang ke bioskop sudah menanam otak mereka dengan, “Pukulan, tendangan, darah, kesadisan” yang jauh lebih banyak dari The Raid: Serbuan Maut. Dan santai saja, sesudah gue menonton film ini, segala macam ekspektasi itu dibayar lunas.





Sekali lagi, postingan ini berbau SPOILER!

Awal cerita bisa dibilang cukup rumit. Kita harus mendengarkan baik-baik percakapan dari mas Iko Uwais dan polisi (ucok simbara), karena alurnya maju-mundur, dan kalo kelewat sedikit bisa gak ngerti awal mula ceritanya. Berjalan agak lambat di awal, apalagi di satu jam pertama (total durasi hampir 2,5 jam), namun setelah masuk ke 1 jam terakhir, adegan pamungkas banyak beterbaran. Penempatan posisi adegan pukul-pukulan (dan darah-darahan) sudah sangat tepat, tidak ada yang salah.


Jangan berharap ceritanya sama enteng dengan The Raid: Serbuan Maut, film ini jauh lebih luas dunianya.  Ada dua keluarga, keluarga Pak Goto (orang jepang), dan keluarga Pak Bangun (Tyo Pakusudewo). Yang ditonjolkan pada The Raid 2: Berandal lebih ke keluarga Pak Bangun. Bermaksud lebih kompleks dari film pertamanya, film kedua ini malah ‘terlalu besar dan terlalu melebar’. Karakter teramat banyak, tapi kurang memiliki arti. Eka (Oka Antara) penjahat yang ternyata polisi, tapi tetap tidak berkesan apa-apa ke cerita, keluarga pak Goto tidak menonjol, entah disengaja untuk disimpan ke The Raid 3, gue gak tau. Prakoso (Yayan Ruhiyan), beserta istri dan anak-anaknya seperti sebuah cerita tidak penting. Film kedua ini, semacam berusaha lebih besar, tapi malah menimbulkan lubang dimana-mana.





Tadi kekurangan dari film bergenre dewasa ini, yang menurut gue juga sama dengan film pertamanya, yaitu sekitar masalah plot dan dialog yang datar. Sekarang, kita loncat ke nilai plus dari film yang akan diputar di Amerika dan Inggris ini. Gue menyebut genre film ini, Action-Horror & Thriller. Action itu berarti pukul-pukulan, tembak-tembakan, kejar-kejaran mobil. Horror itu berarti sadis, kejam, darah, patah tulang, daging sobek. Thriller itu berarti menegangkan, mendebarkan. Semuanya dikumpulin jadi satu, jadi deh The Raid 2.





Berbeda dari film pertama, banyak senjata yang dipake di The Raid 2: Berandal. Ada palu, tongkat baseball, bola baseball, pisau melingkar, golok, pacul, silet, senjata tembak. Ini memang film sinting kok, semuanya dijejelin disono. Selain itu, gue menyukai pemilihan pemeran di film ini. Epy Kusnandar, Cok Sumbara, Tyo Pakusodewo, Alex Abbad, Julie Estelle, Roy Marten, Cecep, bagus gila aktingnya. Buat mas Iko Uwais, Arifin Putra, Oka Antara, dan Yayan Ruhiyan mohon maaf, gue masih kurang puas dengan akting kalian. Terutama untuk mas Iko Uwais dan Yayan Ruhiyan, kalian memang hebat menciptakan koreografi di film ini, tapi dalam bagian akting, tolong belajar lagi ya (ampun mas).




The Raid 2: Berandal meninggalkan banyak pertanyaan, seperti: “Apa maksud tato itu?”, “Siapakah Reza (Roy Marten)?”, “Kenapa Bejo ingin merubuhkan Keluarga Bangun?”, ”Apa yang terjadi dengan Eka (Oka Antara)?”, “Apa yang dibicarakan Iko Uwais dengan keluarga Goto?” Semua pertanyaan itu, barulah bisa dijawab di film berikutnya. Dan sumpah itu bikin jengkel. 


Iko Uwais beruntung tiba di dunia film aksi setelah Jackie Chan menua, Van Damme merosot, dan Jet Li mulai keriput. Kerja sama Gareth Evans-Iko Uwais-Yayan Ruhiyan telah membuat salah satu film action terbaik sepanjang masa. Dan sebagai penikmat karya mereka, gue mengharapkan film dari mereka, lebih banyak lagi.


Rate: 85


Klik disini, untuk lebih tau siapa aja tokoh penting di The Raid 2


- short description about the writer-

I talk & write about movies and pop culture

Posting Komentar

munggah