2 Cerita Tentang Ketidakpastian (Part 2 : Aku Menunggumu di Halte Sekolah)



Menunggu butuh kesabaran dan kesetiaan.
Aku merasa, aku punya 2 hal itu. Jika tidak, mungkin aku tidak duduk di halte ini, berkawan dengan asap kendaraan dan sengatan matahari.

Keringatku menyatukan seragamku dengan kulitku. Berkali-kali asap rokok menusuk hidungku, berbalas batuk yang menghentak paru-paruku.

Jika bukan karena dia, mana mungkin aku mau menunggu di sini. Di halte ini. Halte sekolah, yang anehnya, tak bersahabat untuk anak sekolah sepertiku.

Dengan sabar, aku menunggu kehadirannya.

Mungkin lebih tepatnya,

Dengan bodoh, aku menunggu kehadirannya.

Aku tidak tau mana yang benar.

Pikirku, menunggunya menunjukkan kesetiaanku kepadanya. Pikirku, menunggunya memberi kesan bahwa aku bisa dipercaya. Pikirku, menunggunya bisa memberikan aku kesempatan berduaan dengannya.

Tetapi, aku tidak sampai pikir kalau harus seperti ini.

Dia tadi bilang, "Tunggu aku di tempat biasa, ya."

Lalu, aku mengangguk.

Tak ada kata yang keluar saat mataku sibuk mengagumi kecantikannya.

Aku tak sempat bertanya, atau membalas kalimatnya.

Aku cukup yakin bahwa yang ia maksud, ya, tempat ini. Halte sekolah ini.

Memangnya ada tempat lain?

Di sini, kita berdua pernah berbagi cerita. Menyalurkan kata diantara tawa. Sibuk mengomentari semua hal dari guru killer, PR bertumpuk-tumpuk, ibu kantin yang suka genit sama murid ganteng, vlog barunya Raditya Dika, sampai go international kayak Grammy awards dan lagu barunya Justin Bieber.

Itu semua terjadi di sini. Di halte sekolah yang jika hujan menyerbu, airnya selalu sukses membasahi para penghuninya. Tempat duduknya yang terbuat dari besi tua, terhias coretan kata-kata kasar dan gambar senonoh.

Biasanya, aku duduk bersebelahan dengannya. Tanpa cela. Tanpa batasan.

Ah, mengingat dia membuatku baper.

Kangen, tapi juga sebal karena ia tak segera datang.

Sepertinya, aku berharap berlebihan. Mungkin, aku akan berperan sebagai teman di matanya untuk waktu yang lama.

Sudahlah, daripada lelah hati, sebaiknya aku pulang dan beristira....

"Rendy!" seseorang memanggilku.

"E-eh, iya?"

"Maaf, ya, nunggu lama. Tadi harus diskusi bentar buat tugas kelompok."

Sandra.

Dengan jaket pink favoritnya, dan poni tersisir rapi menutupi dahinya. Nafasnya agak terengah-engah.

"Nggak lama, kok. Itu mah cuma sebentar, hehe." kataku, berbohong. "Sini, duduk. Cerita dong, emangnya ada tugas kelompok apa?"

Sandra lalu duduk di sebelahku, memangku tasnya, dan siap bercerita.

"Jadi, ya... Ada tugas dadakan gitu di jam terakhir.... "

Aku menatap bola matanya yang bercahaya, memerhatikan tangannya yang ikut menari di tiap kata yang terlontar.

Aku mendengar kisahnya dengan seksama, memastikan kata per kata masuk ke kepala, bukan keluar lagi lewat telinga.

Menunggu memang butuh kesabaran dan kesetiaan.

Dan menunggunya, memang suatu hal yang pantas untuk dilakukan.




Bersambung...




Part 1
Part 2


Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Kalau kamu suka tulisan ini, kamu bisa follow akun KaryaKarsa saya di sini. Dan kamu bisa mengapresiasi kreator, dengan cara memberikan tip di KaryaKarsa. Have a nice day 🙂



- short description about the writer-

I talk & write about movies and pop culture


2 Cerita Tentang Ketidakpastian (Part 1: Kuingin Ibu Segera Sembuh)

foto diambil dari networkofislam.blogspot.com


Cerita ini terinspirasi oleh kisah pribadi.



Ya Allah…

Kita ketemu lagi…

Masih di tempat yang sama kayak biasanya, di kamarku. Dan masih kayak biasanya juga, aku mau doa yang sama kayak kemarin, dan kemarin, dan kemarinnya lagi.



Ya Allah…

Tolong sembuhin Mamaku…



Engkau pasti tau kalo Mama udah mati-matian buat sembuh. Engkau pasti tau kalo Mama udah ngelakuin banyak kemo sama minum obat banyak banget. Hampir 2 taun, ya Allah, Mama terus usaha dan usaha buat sembuh.



Tapi,

Kenapa ya Allah?

Kenapa sampe sekarang Mamaku belum sembuh-sembuh?



Aku nggak kuat ngeliat Mama terus-terusan begini. Aku kasian ngeliat Mama makin kurus, makin pucet, makin lemes. Tolong udahin penderitaan Mama, ya Allah…



Maya menghembuskan nafas.

Ia menunduk. Butiran air mata mengalir pelan di pipinya.

Jarinya mengusap air matanya, lalu Maya meraih foto berbingkai kayu di sebelahnya.



Masih inget foto ini, kan, ya Allah?

Atau, malah udah bosen sama fotoku ini?

Aku harap Engkau nggak bosen sama foto ini, soalnya aku bakal bawa foto ini dalam tiap doaku.



Ini foto keluargaku yang terakhir sebelum Mamaku divonis kena kanker.



Papa, Mama, Mas Andre, dan aku.



Coba liat ya Allah…

Liat indahnya senyum Papa…

Liat cerahnya ekspresi Mama…

Liat tawa ikhlas Mas Andre…

Kami bisa sebahagia itu sebelum penyakit itu datang, ya Allah…

Kami bisa sebahagia itu sebelum penyakit itu masuk ke rumahku, dan ngancurin keluargaku, ya Allah...



Ya Allah...

Aku mohon....

Tolong sembuhin Mamaku....

Cuma itu yang aku minta. Cuma itu doaku yang akan selalu aku ucap kepadaMu, Ya Allah.



Tolong sembuhin Mamaku...

Tolong sembuhin Mamaku...

Tolong sembuhin Mamaku...










Part 1



- @aldypradana17

- short description about the writer-

I talk & write about movies and pop culture

munggah