Catatan Untuk Masa Depan: Tantangan, Ujian, Cobaan


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Awal mulanya, tulisan ini hanya tercipta untuk podcast dan medium saja. Tetapi, di tengah-tengah penulisan, saya merasa tulisannya lumayan kuat. Saya merasa harus dituliskan di blog utama saya. 

Berikut adalah tulisannya.

***

(S3E32) Terinspirasi novel Sabtu Bersama Bapak, saya ingin mencoba untuk meninggalkan jejak di internet. Semoga saat “kamu” dewasa nanti, kamu bisa mengambil hikmah atau pelajaran dari sini.


Sekarang sudah memasuki episode 8 dari Catatan Untuk Masa Depan, dan pada episode ini, saya akan bicara tentang Tantangan, Ujian, Cobaan.


Saat episode ini ditulis, saya resmi berumur 29 tahun. Saya akhirnya bisa bilang, bahwa saya sudah merasakan manis pahit kehidupan. 


Kehidupan yang penuh dengan konfliknya, mau yang besar atau yang kecil. Lengkap dengan segala tawa + sedih, halangan + keberuntungan, dan semua bentuk keajaiban yang terjadi di hidup saya.


Saya bisa bilang hidup itu susah, tapi bisa dilalui. Mudah, tapi bukan berarti disepelekan.


Tantangan


Dalam hidup, pasti ada kalanya, kita ingin menantang diri kita sendiri. Seberapa jauh kita bisa melangkah. Seberapa jauh kita mau mendorong tubuh + pikiran + hati + jiwa sampai ke batas maksimal.


Buat orang yang mengenal saya, pasti tau betul, kalau saya orang yang pendiam. Jarang mengobrol. Bukan orang yang tampil di atas panggung.


Saya sadar akan hal itu. Makanya, saya pernah mencoba untuk menantang diri saya di depan publik. Saya pernah coba stand up comedy (dua kali open mic dan satu audisi stand up comedy kompas tv). Saya pernah coba teater saat kuliah.


Audisi Stand Up Comedy: https://karyakarsa.com/aldypradana17/bab-7-audisi-stand-up-comedy

Teater: https://karyakarsa.com/aldypradana17/bab-6-ranger-merah-sidoarjo


Saya cuma coba sampai saya merasa selesai. Habis itu, saya tidak melanjutkannya lagi. Karena tantangannya cuma berani di depan publik, bukan sampai sukses sebagai profesi atau semacamnya.


Seakan-akan dua cerita itu singkat, tapi proses menuju hari H itu rumit dan lama. Proses latihannya berkali-kali. Harus menata mental, menetralkan jantung yang terus berdebar tidak karuan. 


Susah, tapi akhirnya, bisa.


Saya pernah iku survival camp. Jadi, karena saya kerja di sekolah alam, sebagai fasilitator. Ada keharusan untuk menguasai beberapa materi, sebelum akhirnya mengajarkan ke siswa.


Bermodalkan pisau kecil, tali rafia, botol minum, dan jas hujan, saya dan yang lain harus bertahan di hutan dalam waktu yang ditentukan. 


Ada 3 tempat kalau tidak salah. Di semua tempat itu saya harus membuat tenda dari jas hujan (model yang lebar, menutupi semua badan). Awalnya, di tempat 1, saya mengakui kalau salah masih kurang ilmu, kurang pengalaman. Apalagi memang, saya bukan anak camping. Ini semua memang baru bagi saya.


Setelah melihat tenda jas hujan milik teman, barulah saya mempelajari apa yang seharusnya saya lakukan.


Di tempat 2, tenda saya jauh lebih jadi. Di dua sisi samping ditutupi daun, jadi lebih terlindungi. Di sekeliling tenda juga ada jalur parit untuk pembuangan air ketika hujan. Dan benar saya, di tempat 2, datang hujan. Untung tenda saya sudah lebih baik, saya masih kering dan terlindungi dengan baik.


Di tempat 3, tantangannya lebih naik. Kondisinya sudah gerimis duluan. Matahari sudah mulai terbenam. Waktu saya masih proses membuat tenda dari jas hujan, itu badan saya sudah basah duluan. Terus dilengkapi dengan pisau yang hilang entah kemana. Hutan sudah keburu gelap, mencari pisaunya pun sulit.


Efeknya, tenda belum sepenuhnya jadi. Saya sudah kedinginan karena kena gerimis. Kondisi dan situasinya benar-benar kurang optimal.


Setelah itu, saya kembali ke base camp dengan badan menggigil. Begitu juga dengan rekan kerja yang lain. Sepertinya, mereka juga mengalami hal yang sama.


Itu menjadi cerita yang melekat di kepala saya. Tema survival mendorong saya dan yang lain untuk survive di situasi yang kurang mendukung. Meski sulit prosesnya, pasti tetap punya kesan yang mendalam.


***



Ujian


Tantangan menurut saya, seperti usaha untuk menantang diri sendiri. Di aspek lain, ada rintangan dari luar, yang mencoba untuk menantang diri kita. Contohnya, ujian.


Tidak perlu jauh-jauh, ujian nasional saja, misalnya. Dulu, ini adalah sesuatu yang wajib bagi murid. Ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian nasional.


Setiap pelajaran diberikan tes merangkum 3-6 bulan masa pembelajaran. Bisa dibayangkan betapa banyak materi yang harus dipelajari dan dihafalkan? Banyak sekali!


Saya ingat, setiap ulangan, saya harus mempersiapkan seluruh waktu dalam 1 hari, hanya untuk belajar. 


Misal,


Pulang sekolah jam setengah 2. Habis itu makan tidur siang.


15.30 bangun, sholat. Lalu, pada pukul 16.00, saya belajar.


Dua jam berlalu, saya istirahat sholat makan dari jam 18.00 sampai 20.00.


Sesudah itu, saya belajar lagi. Dari jam 20.00 hingga 22.00 atau 23.00.


Terus saya tidur, istirahat sampai jam 01.00 (keesokan harinya). 


Bangun, saya cuci muka + minum, terus belajar lagi. Sampai jam 04.00.


Setelah itu belajar baru selesai, karena harus siap-siap untuk berangkat sekolah.


Seluruh hari saya, khusus untuk belajar. Benar-benar istirahat cuma dipakai untuk tidur, makan, sholat, atau refreshing sebentar. Kemudian, ya belajar lagi.


Hasilnya?


Ada yang nilainya bagus, ada yang nilainya biasa saja. 


Terus setelah melalui semua itu, sekarang, di 2021, apakah ada yang saya ingat materi pembelajarannya?


Tentu saja tidak 😂


Namun, ada satu hal yang terlatih. 


Yaitu, kebiasaan manajemen waktu. 


Kebiasaan memberikan yang terbaik dan fokus pada satu hal.


***



Foto hanya pendukung visual, diambil dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211213163732-20-733491/daftar-5-daerah-di-indonesia-terancam-banjir-saat-nataru


Cobaan


Tantangan, Ujian, Cobaan punya satu garis merah yang hampir mirip.


Cobaan bagi saya adalah musibah. 


Musibah yang pernah saya alami adalah rumah pernah ambruk gentengnya. Karena banyak bocor, terus kayu di bagian atas sudah lapuk. 


Kemudian, di 2020, saya pernah kebanjiran.


Jadi, setelah rumah ambruk (ini rumah di Bekasi), ayah saya mencari kontrakan di sekitar komplek. Ada satu letaknya agak di bawah. Komplek kami memang seperti bidang miring, ada jalan yang rendah terus meninggi. Rumah yang rusak ada di atas, rumah kontrakan ada di bawah.


Kami pindah sementara, untuk memberikan waktu perbaikan rumah yang di atas. Tidak sampai setahun, pada awal Januari 2020, rumah kami terkena banjir.


Itu pertama kalinya kami kebanjiran. Pertama kali juga komplek itu kebanjiran. 


Komplek yang daerah rendah terbenam air sampai ke perut. Rumah yang sedang perbaikan (hampir selesai perbaikannya) alhamdulillah aman.


Lalu, dimulailah hari-hari dengan membersihkan lumpur, membersihkan barang yang terkena banjir, mengembalikan kulkas yang terbalik, membawa kembali kasur yang sudah terbawa air sampai ke ruang tengah.



Pagi-pagi sekali, kami harus membuang dulu air dan lumpur dari dalam rumah. Membersihkan barang yang masih bisa dipakai. Terus buang yang sudah rusak. Sore baru istirahat kembali ke rumah atas dengan tidur memakai baju yang sama, baju yang terkena lumpur seharian.


Keesokannya sama, buang dulu semua air dan lumpur. Bersihkan barang yang masih dipakai. Terus buang yang sudah rusak.


Seingat saya, awal banjir itu Minggu. Kami mulai bersih-bersih itu Senin. 


Dari Senin hingga Jum’at, cuma itu rutinitas kami. Bertemu lumpur seharian.


Kami sempat menumpang mandi dan mencuci di tempat lain. Karena PAM mati akibat banjir. Menyusahkan sekali memang, butuh air bersih, tapi air bersihnya susah didapat.


Itu termasuk hari-hari yang paling melelahkan.


Fisik dihajar habis-habisan, pikiran sudah tidak karuan ada di mana.


Alhamdulillah itu selesai.


Bersih-bersih selesai. Rumah atas selesai diperbaiki. Barang-barang yang selamat, selesai dipindahkan ke rumah atas. 


Cobaan yang pastinya sangat berat. Namun, tetap harus disyukuri. Karena kami punya “dua rumah”, jadi bisa istirahat di tempat yang kering. Di luar sana, ada yang sampai harus menetap di atap rumah. Ada yang tidur dalam keadaan rumah masih berair dan berlumpur.


***


Itu saja tentang Tantangan, Ujian, Cobaan. Semoga kamu bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari cerita tadi.


Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Kalau kamu suka tulisan ini, kamu bisa follow akun 
KaryaKarsa saya di sini. Dan kamu bisa mengapresiasi kreator, dengan cara memberikan tip di KaryaKarsa. Have a nice day 🙂

- short description about the writer-

I talk & write about movies and pop culture

Posting Komentar

munggah